Tinjauan Cultural suku Mee sebagai langkah menuju preventif
November 1, 2010

Tinjauan Cultural suku Mee sebagai langkah menuju preventif

Manusia cenderung untuk mengembangkan, aspek-aspek kehidupannya, sampai mencapai suatu derajat kehalusan atau kompleksitas tertentu. Kemampuan manusia untuk melakukan hal itu, kadang-kadang menutupi kenyataan, bahwa mungkin manusia menghadapi masalah-masalah dasar yang harus diatasinya, apabila dia ingin mempertahankan eksistensinya. Masalah-masalah tersebut tidak hanya menyangkut eksistensinya secara fisik, akan tetapi juga secara sosial. Unsur-unsur dasar dari kehidupan sosial adalah syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi, demi eksistensinya suatu kehidupan sosial. Unsur-unsur dasar tersebut merupakan kondisi-kondisi yang harus dipelihara dan dikembangkan, agar kehidupan sosial dapat bertahan.

Untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, manusia mengembangkan pola-pola perilaku yang dapat dianggap sebagai bentuk-bentuk dasar dari organisasi sosial. Pola-pola tersebut antara lain, mencakup adat-istiadat yang paling sederhana sampai pada hal-hal yang relatif kompleks. adat-istiadat (custom) atau secara alternatif sering disebut juga kebiasaan (folkways) merupakan istilah yang menunjuk perilaku yang khusus dan distandarisasikan yang merupakan kebiasaan bagi penganut-penganut suatu kebudayaan tertentu. Seperti yang dikatakan oleh  Edwar Tylor (1832-1917), bahwa “kebudayaan (klasik) adalah setiap hasil perilaku manusia yang kemudian diajarkannya kepada generasi-generasi berikutnya yang pada gilirannya mengakumulasikan serta mentransmisikan pengetahuannya.Pengertian tersebut dapat diterapkan pada suatu perilaku yang secara relatif, sederhana misalnya, memberi salam kepada seorang sahabat, sampai pada peristiwa-peristiwa yang agak kompleks seperti, misalnya perkawinan, upacara adat, dan lain-lain”.

Hubungan antara pola-pola adat-istiadat dalam suatu masyarakat biasanya terorganisasikan sedemikian rupa sehingga berkaitan dengan masalah-masalah atau tujuan-tujuan tertentu. Pola atau perangkat adat-istiadat tertentu, dinamakan peranan (role). Peranan berhubungan erat dengan harapan-harapan mengenai perilaku-perilaku yang dianggap pantas. Peranan-peranan tertentu bersifat terbuka dan dapat diberikan kepada setiap warga masyarakat. Sehingga dapat dijadikan suatu tolok ukur berdasarkan pendapat Edwar Tylor, yang menyatakan bahwa kebudayaan/peradaban merupakan kompleks menyeluruh yang mencakup, pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan lain kemampuan serta kebiasaan yang dipunyai manusia sebagai warga dari suatu masyarakat.

 

Perkembangan perubahan kebudayaan suku Mee

Nama yang diturunkan oleh leluhur suku adalah Mee. Mee berarti orang-orang yang telah dipenuhi dengan akal budi yang sehat; dapat berpikir secara logis; dapat membedakan suku ini dari suku yang lain; dapat membedakan barang miliknya dengan milik orang lain; daerah garapannya dengan garapan milik orang lain; dan dapat mentaati amanat-amanat yang diwariskan oleh leluhur, dan amanat yang paling utama yang dilarang adalah hal perzinahan. (Asmara Adhy, 1980:71). Suku Mee dikenal sebagai “petani” ubi jalar, talas, sayur-mayur, tebu dan buah-buahan. (Slamet Ina E., 1964:35). Kedua hal ini menjadi fokus tinjauan perkembangan kebudayaan suku Mee pada masa kini.

Ada sedikitnya pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sebagai tolok ukur dan bahan analisis agar pemahaman kita dapat tertuju pada tujuan pokok penulisan judul opini, yaitu:

  1. Mengapa suku Mee sekarang tidak dan jarang melakukan pesta budaya “yuwo” yang pada masa-masa lalu ini merupakan kegiatan tradisi suku Mee?
  2. mengapa orang Mee sekarang tidak kenal daerah-daerah yang dikeramatkan oleh leluhur/orang tua untuk terus dilindungi tetapi yang terjadi adalah dibongkar untuk membuat kebun, rumah dan atau kandang ternak?
  3. Mengapa orang Mee sekarang tidak lagi memegang dan atau menyimpan benda-benda keramat dan benda-benda antik?; yang dulunya oleh leluhur kita menggunakan itu untuk mengatur dan mempertahankan hidup yang baik.
  4. Mengapa orang Mee sekarang pada usia remaja bisa pacaran dengan romantis hingga pada etape erotisme yang susah dikendalikan? Padahal, dahulu hal demikian disebut mogaii dan sangat tabu dilakukan oleh suku Mee karena peranan tradisi adat-istiadat yang kuat dan baik sehingga sangat ditakuti untuk dilakukannya.
  5. Mengapa orang Mee sekarang jarang menanam ipoo untuk koteka, Tawa (rokok)? Padahal, kedua tumbuhan ini sangat diperhatikan oleh kaum lelaki suku Mee pada zaman dulu.

Dari sekian pertanyaan di atas ini menunjukkan adanya perubahan yang terjadi secara signifikan dalam tradisi suku Mee akibat perkembangan arus globalisasi. Perkembangan globalisasi ini disertai aroma budaya luar (modern) yang menyebar luas dan dalam berbagai bentuk yang cenderung mempengaruhi aspek kehidupan suku Mee. Faktor yang cenderung mempengaruhi perubahan tradisi suku Mee adalah: Aspek Masuknya Agama dan aspek masuknya Pemerintah.

Aspek masuknya Agama pemenjadi awal perubahan (difusi antarmasyarakat) budaya di kalangan suku Mee karena orang asing pertama yang menginjakkan kaki di tanah Paniai adalah seorang imam yang dapat menyebarkan agama. Pengaruh daripada masuknya agama ini tidak dapat merubah suatu sistim budaya Mee secara menyeluruh (universal). Akan tetapi sebagian yang diangap berlawanan dengan ajaran agama.

Aspek mesuknya pemerintah di wilaya paniai  mengakibatkan sistem cultural suku Mee dapat mengalami suatu perkembagan sistem pemerintahan yang ada. Sitem pemerintahan yang ada dipimpin oleh Tonawi (kepala Suku) Namun masih terbatas pada suatu wilaya yang dibatasi oleh gunung, sungai, danau dan lainnya. Disamping itu juga Tonawi ditentukan berdasarkan kekayaan dan cara bertanggung jawab demi kepentingan umum.

Hal perluh diketahui bahwa ada beberapa unsur budaya suku Mee yang mengalami perubahan maupun perkembangan yang drastis adalah unsur budaya pemerintahan(tonowi, meibo) , unsur kepercayaan (mogai daa, kegotai), unsur berpakaian (koteka, Moge) dan unsur ekonomi (Mege).

 

 

Kesimpulan

Suatu system cultural akan berubah apabila ada mekanisme perubahan budaya yang meliputi Inovasi, Discovery, dan invention dilakukan sehingga terjadi difusi dan globalisasi budaya. Ketika suku Mee mengalami purubahan budaya pada era praglobalisasi  ini maka akan terlihat eksistensi diri suku Mee itu secara jelas. Apakah mengalami kemajuan atau kemunduran atas adat istiadat (costum) dan Kebiasaan (folkways) suku Mee?. Dengan demikian sudah di paparkan dari awal dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh semua insan suku Mee yang membaca maupun tidk membaca tulisan ini. Karena  5 (lima) pertanyaan diatas adalah suatu tolok ukur yang harus diukur, demi menyelamatkan identitas, ektesitas, dan budaya suku Mee dimasa sekarang ini maupun masa yang akan datang (generasi yang akan datang) . Oleh : Jhon Kudiai. Mahasiswa UNIYAP PAPUA